JAM-Pidum Prof. Dr. Asep Nana Mulyana Setujui 2 Pengajuan Keadilan Restoratif, Salah Satunya Perkara Pencurian di Medan

JAM-Pidum Prof. Dr. Asep Nana Mulyana Setujui 2 Pengajuan Keadilan Restoratif, Salah Satunya Perkara Pencurian di Medan

Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 2 (dua) dari 3 (tiga) permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) pada Selasa, 10 Desember 2024.

Adapun salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka Andry Alvian Nasution dari Kejaksaan Negeri Medan, yang disangka melanggar 362 KUHP tentang Pencurian.

Kejadian perkara bermula pada hari Jumat, 20 September 2024 sekitar pukul 13.00 WIB saat Tersangka sedang beristirahat bersama Saksi Korban di BPK Sempakata Jalan Jamin Ginting, Kecamatan Medan Johor, Kelurahan Kwala Bekala, Kota Medan. Saat Saksi Korban Hao Go Aro Harefa sedang tidur, Tersangka melihat tas milik Saksi Korban yang tergantung di dinding yang memunculkan niat Tersangka untuk membuka tas tersebut. 

Kemudian, Tersangka mendekati tas milik Saksi Korban tanpa sepengetahuan Saksi Korban dan mengambil 1 (satu) unit handphone merek Samsung A04 serta uang tunai sebesar Rp35.000 (tiga puluh lima ribu rupiah). Setelah Tersangka mengambil kedua barang milik Saksi Korban, ia langsung pergi meninggalkan Saksi Korban. 

Pada hari Sabtu, 21 September 2024 sekitar pukul 21.30 WIB, Tersangka menjual handphone tersebut dengan harga Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) dan menggunakan uang hasil penjualan barang milik Saksi Korban tersebut untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari Tersangka.

Akibat dari perbuatan Tersangka, Saksi Korban mengalami kerugian berkisar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).

Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Medan Fajar Syah Putra, S.H., M.H. dan Kasi Pidum Deny Marincka Pratama, S.H., M.H. serta Jaksa Fasilitator Risnawati Br Ginting, S.H. dan Sri Yanti Septina Lestari Panjaitan, S.H menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.

Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Saksi Korban. Setelah itu, Saksi Korban menerima permintaan maaf dari Tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh Tersangka dihentikan tanpa syarat.

Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Medan mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara Idianto, S.H., M.H. Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Selasa, 10 Desember 2024.

Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui 1 perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap Tersangka Nurmaya Laurent Siagian alias Maya dari Kejaksaan Negeri Medan, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

Tersangka belum pernah dihukum;

Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;

Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;

Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;

Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

Pertimbangan sosiologis;

Masyarakat merespon positif.

Sementara berkas perkara atas nama Tersangka Arwin Parulian Saragih anak dari Markem Saragih dari Kejaksaan Negeri Muaro Jambi, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan atau Pasal 378 tentang Penipuan, tidak dikabulkan Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Hal ini dikarenakan perbuatan atau tindak pidana yang telah dilakukan oleh Tersangka, bertentangan dengan nilai-nilai dasar sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Medan untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. 

Bagikan tautan ini

Mendengarkan